Saya dan teman2 adalah praktisi yang bergerak pada bidang Teknologi Informasi (TI), 10 tahun terakhir kami fokus pada bidang ini, dengan pasar garapan pemerintahan dan swasta.
Memang untuk terjun pada bidang yang relatif baru ini tidak mudah dan tidak murah, karena banyak faktor yang menjadi kendala, misalnya keterbatasan penguasaan teknologi, keterbatasan tenaga kerja yang secara sistematis terdidik pada bidang ini, karena yang kami temukan adalah para pekerja yang menekuni pada bidang ini karena hobi, selain itu karena cepatnya perkembangan teknologi informasi..... dan yang paling penting adalah komitmen dari pimpinan pemerintahan, atau perusahaan untuk menerapkannya.
Pada sektor swasta teknologi ini mendapatkan sambutan yang baik, bahkan seringkali tuntutan performance sistem agar sesuai tuntutan proses bisnis mereka, pada awalnya cukup sulit untuk dilayani, sehingga seringkali cukup kewalahan untuk melayaninya. Hal disebabkan karena masih serba terbatasnya resources yang ada . Pada sektor swasta, apalagi sektor keuangan TI sangat membantu untuk mempertinggi produktifitas dan menciptakan efisiensi.
Hal yang sebaliknya terjadi pada sektor pemerintahan bahwa teknologi ini ditanggapi dengan ambigu, kalau tidak mengikutinya desakan dan tuntutan masyarakat sudah sangat kuat , dan kalau mengikuti ada konsekuensi untuk lebih berbuat transparan, harus jujur dan seringkali kalau TI diterapkan , maka mereka kehilangan kekuasaan.... jadi memang cukup merepotkan bagi mereka... oleh karena itu birokrat biasanya bersikap ambigu dalam memanfaatkan TI.
Wilayah kerja kami berada di daerah, dan pada awal tahun 2008 kami berusaha untuk mengembangkan sayap ke Pusat Pemerintahan yaitu Jakarta. Ketika kami mengadakan eavualuasi dan assesment pada beberapa Departemen, kami mendapatkan kenyataan yang sangat mengagetkan bahwa lebih dari 90% penerapan TI termasuk dalam kategori gagal.........., melihat kenyataan ini penelitian kami lanjutkan dan kami perdalam untuk lebih mengetahui apa yang terjadi, dan ternyata kami mendapatkan kesimpulan umum dengan pola permasalahan yang seragam yaitu: Secara umum Birokrat tidak bisa mendefinisikan secara baik tentang apa-apa yang dia inginkan untuk memenuhi kebutuhannya dan dalam rangka menjalankan tugas sesuai tupoksinya, secara umum pemanfaatan komputer hanya untuk alat ketik Plus ( Maksudnya Plus main Game dan untuk copy Paste saja), ..... karena tidak tahu maunya maka mulai dalam pengusulan anggaran dibuatkan oleh pihak swasta yang punya lobby kuat pada pimpinan dan celakanya mental mereka adalah mental pedagang, bukan mental positif yang memberi solusi, namun mental untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya dan mencetak laba dan laba , untuk memenuhi gaya hidup kota jakarta dan memenuhi nafsu yang tanpa ada batas...... dan lebih celaka lagi ketika proses pengadaannya harus mengikuti aturan Keppres 80 dengan segala perubahannya yang tidak cocok lagi untuk diterapkan pada bidang IT, ...... Keppres itu lebih cocok pada era Industri... bukan pada era Informasi dan Knowledge seperti yang terjadi saat ini, akibatnya adalah terciptanya kebingungan bagi panitia lelang maupun bagi penawar, apalagi yang serius menerjuni bidang ini,........ yang ada adalah sandiwara yang tidak lucu, .... dan kami sering mengalami pemenangnya adalah perusahaan yang punya pengalaman bikin pagar dan kontraktor jalan karena menawarkan lebih rendah meskipun bila dievaluasi mereka tidak memasukkan biaya pembelian lisensi..... namun panitia selalu mengambil jalan aman....agar bila diperiksa para auditor seperti BPKP, BPK, dan sekarang yang sedang galak-galaknya dan sangat ditakuti adalah KPK .
Panitia Lelang hanya bisa tidur nyenyak kalau sudah memenuhi Keppres 80......, yang terjadi dan tercipta adalah azas formalitas saja tanpa memperdulikan pada hasil....... ironis.
Ketika tim kami diberikan fasilitas untuk mengadakan assesment lebih detil lagi kenyataan yang kami temukan sangat memprihatinkan, yaitu sebagian besar hardware isinya diganti dengan spesifikasi lebih rendah, walaupun casingnya bermerk sesuai spesifikasi, dan perangkat lunaknya sebagian besar tidak bisa dipakai, karena dibuat terburu-buru dan hanya memenuhi formalitas saja, bukannya sebuah solusi, ..........atau yang dipasang terlalu melebihi kapasitasnya misalnya ibarat kendaraan, beban yang akan dipikul hanya 5 ton , namun yang dibeli adalah alat angkut yang bisa memuat 100 ton, untuk TI ini adalah pemborosan karena biaya invesatsi dan pemeliharaannya akan berlipat-lipat, dan kami pada kasus ini juga menemukan lagi bahwa yang 100 ton itu akan ditambah lagi dengan 100 ton lagi demi menghabiskan anggaran dan tentunya bagi pihak swasta akan menyambut dengan gembira, karena dia bisa meraup untung dan mencetak laba dan laba...... padahal investasi yang ditanam itu adalah hak rakyat dan hasil penarikan pajak, dan hasil pengurangan subsidi bagi si miskin....... ironis kan?
Ketika tahap pemeriksaan maka yang terjadi adalah ketidak tahuan sang pemeriksa, baik itu audit internal maupun eksternal, karena mereka-merka itu tidak tahu apa yang harus diperiksa, dan tidak mempunyai bekal cukup dan kompetensi yang memadai untuk melakukan pemeriksaan pada bidang teknologi ini, karena para auditor teknologi informasi masih langka, kalaupun ada titik berat pemeriksaan hanya pada azas formalitas saja.
Kami juga mempunyai pengalaman yang lain, yaitu pada sebuah departemen strategis yang mengurusi penduduk negeri, dengan semangat yang menggebu sang Dirjend yang baru menjabat, dan tentunya atas restu sang Menteri membuat sebuah Undang-Undang tentang kependudukan (maksudnya bikin Singgle Identity Number). Untuk menelorkan Undang-Undang itu mereka telah menghabiskan Resources cukup besar, dan mengadakan study banding ke beberapa negara, dan dalam prosesnya mereka melibatkan para pakar yang seolah-olah mengerti TI, karena mayoritas lulusan S3 dari Amerika, dan beberpa orang malah bergelar Profesor..... namun apa yang terjadi???, setelah kami adakan evaluasi perintah Undang-Undang itu serba tanggung, dan celakanya lagi sang Professorlah yang dengan sinis mengkritik pembenahan yang sedang kami tawarkan untuk dilakukan ...... kami sering heran melihat negeri ini,.... segala sesuatu sering terbalik-balik.... sehingga negeri ini sulit untuk bergerak maju.... bahkan secara sistematis menghancurkan diri sendiri secara jamaah.... membuat kesalahan demi kesalahan secara kolektif tanpa mereka merasa, dan punya rasa tanggung jawab..... tentunya ada yang salah di negeri kita ini.
Memang tantangan sekaligus peluang besar terbentang dihadapan mata, dengan semangat tanpa kenal menyerah, disertai dengan kesabaran dan selalu menanam harapan akan masa depan lebih baik, maka TEKNOLOGI INFORMASI YANG SEOLAH-OLAH itu harus kita rubah menjadi solusi TI yang SUNGUH-SUNGGUH, karena kami mempunyai kisah sukses dalam penerapan TI untuk pelayanan masyarakat, sehingga masayarakat menjadi mudah dan senang , dan keuangan negara bisa diselamatkan......, marilah para insan yang masih dengan gagah berani masuk pada bidang ini walaupun berdarah-berdarah dan tertatih-tatih dalam melangkah menuju harapan yang lebih baik demi negeri tercinta ini, dan masa depan generasi mudanya yang terus lahir dan akan lahir............
Memang untuk terjun pada bidang yang relatif baru ini tidak mudah dan tidak murah, karena banyak faktor yang menjadi kendala, misalnya keterbatasan penguasaan teknologi, keterbatasan tenaga kerja yang secara sistematis terdidik pada bidang ini, karena yang kami temukan adalah para pekerja yang menekuni pada bidang ini karena hobi, selain itu karena cepatnya perkembangan teknologi informasi..... dan yang paling penting adalah komitmen dari pimpinan pemerintahan, atau perusahaan untuk menerapkannya.
Pada sektor swasta teknologi ini mendapatkan sambutan yang baik, bahkan seringkali tuntutan performance sistem agar sesuai tuntutan proses bisnis mereka, pada awalnya cukup sulit untuk dilayani, sehingga seringkali cukup kewalahan untuk melayaninya. Hal disebabkan karena masih serba terbatasnya resources yang ada . Pada sektor swasta, apalagi sektor keuangan TI sangat membantu untuk mempertinggi produktifitas dan menciptakan efisiensi.
Hal yang sebaliknya terjadi pada sektor pemerintahan bahwa teknologi ini ditanggapi dengan ambigu, kalau tidak mengikutinya desakan dan tuntutan masyarakat sudah sangat kuat , dan kalau mengikuti ada konsekuensi untuk lebih berbuat transparan, harus jujur dan seringkali kalau TI diterapkan , maka mereka kehilangan kekuasaan.... jadi memang cukup merepotkan bagi mereka... oleh karena itu birokrat biasanya bersikap ambigu dalam memanfaatkan TI.
Wilayah kerja kami berada di daerah, dan pada awal tahun 2008 kami berusaha untuk mengembangkan sayap ke Pusat Pemerintahan yaitu Jakarta. Ketika kami mengadakan eavualuasi dan assesment pada beberapa Departemen, kami mendapatkan kenyataan yang sangat mengagetkan bahwa lebih dari 90% penerapan TI termasuk dalam kategori gagal.........., melihat kenyataan ini penelitian kami lanjutkan dan kami perdalam untuk lebih mengetahui apa yang terjadi, dan ternyata kami mendapatkan kesimpulan umum dengan pola permasalahan yang seragam yaitu: Secara umum Birokrat tidak bisa mendefinisikan secara baik tentang apa-apa yang dia inginkan untuk memenuhi kebutuhannya dan dalam rangka menjalankan tugas sesuai tupoksinya, secara umum pemanfaatan komputer hanya untuk alat ketik Plus ( Maksudnya Plus main Game dan untuk copy Paste saja), ..... karena tidak tahu maunya maka mulai dalam pengusulan anggaran dibuatkan oleh pihak swasta yang punya lobby kuat pada pimpinan dan celakanya mental mereka adalah mental pedagang, bukan mental positif yang memberi solusi, namun mental untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya dan mencetak laba dan laba , untuk memenuhi gaya hidup kota jakarta dan memenuhi nafsu yang tanpa ada batas...... dan lebih celaka lagi ketika proses pengadaannya harus mengikuti aturan Keppres 80 dengan segala perubahannya yang tidak cocok lagi untuk diterapkan pada bidang IT, ...... Keppres itu lebih cocok pada era Industri... bukan pada era Informasi dan Knowledge seperti yang terjadi saat ini, akibatnya adalah terciptanya kebingungan bagi panitia lelang maupun bagi penawar, apalagi yang serius menerjuni bidang ini,........ yang ada adalah sandiwara yang tidak lucu, .... dan kami sering mengalami pemenangnya adalah perusahaan yang punya pengalaman bikin pagar dan kontraktor jalan karena menawarkan lebih rendah meskipun bila dievaluasi mereka tidak memasukkan biaya pembelian lisensi..... namun panitia selalu mengambil jalan aman....agar bila diperiksa para auditor seperti BPKP, BPK, dan sekarang yang sedang galak-galaknya dan sangat ditakuti adalah KPK .
Panitia Lelang hanya bisa tidur nyenyak kalau sudah memenuhi Keppres 80......, yang terjadi dan tercipta adalah azas formalitas saja tanpa memperdulikan pada hasil....... ironis.
Ketika tim kami diberikan fasilitas untuk mengadakan assesment lebih detil lagi kenyataan yang kami temukan sangat memprihatinkan, yaitu sebagian besar hardware isinya diganti dengan spesifikasi lebih rendah, walaupun casingnya bermerk sesuai spesifikasi, dan perangkat lunaknya sebagian besar tidak bisa dipakai, karena dibuat terburu-buru dan hanya memenuhi formalitas saja, bukannya sebuah solusi, ..........atau yang dipasang terlalu melebihi kapasitasnya misalnya ibarat kendaraan, beban yang akan dipikul hanya 5 ton , namun yang dibeli adalah alat angkut yang bisa memuat 100 ton, untuk TI ini adalah pemborosan karena biaya invesatsi dan pemeliharaannya akan berlipat-lipat, dan kami pada kasus ini juga menemukan lagi bahwa yang 100 ton itu akan ditambah lagi dengan 100 ton lagi demi menghabiskan anggaran dan tentunya bagi pihak swasta akan menyambut dengan gembira, karena dia bisa meraup untung dan mencetak laba dan laba...... padahal investasi yang ditanam itu adalah hak rakyat dan hasil penarikan pajak, dan hasil pengurangan subsidi bagi si miskin....... ironis kan?
Ketika tahap pemeriksaan maka yang terjadi adalah ketidak tahuan sang pemeriksa, baik itu audit internal maupun eksternal, karena mereka-merka itu tidak tahu apa yang harus diperiksa, dan tidak mempunyai bekal cukup dan kompetensi yang memadai untuk melakukan pemeriksaan pada bidang teknologi ini, karena para auditor teknologi informasi masih langka, kalaupun ada titik berat pemeriksaan hanya pada azas formalitas saja.
Kami juga mempunyai pengalaman yang lain, yaitu pada sebuah departemen strategis yang mengurusi penduduk negeri, dengan semangat yang menggebu sang Dirjend yang baru menjabat, dan tentunya atas restu sang Menteri membuat sebuah Undang-Undang tentang kependudukan (maksudnya bikin Singgle Identity Number). Untuk menelorkan Undang-Undang itu mereka telah menghabiskan Resources cukup besar, dan mengadakan study banding ke beberapa negara, dan dalam prosesnya mereka melibatkan para pakar yang seolah-olah mengerti TI, karena mayoritas lulusan S3 dari Amerika, dan beberpa orang malah bergelar Profesor..... namun apa yang terjadi???, setelah kami adakan evaluasi perintah Undang-Undang itu serba tanggung, dan celakanya lagi sang Professorlah yang dengan sinis mengkritik pembenahan yang sedang kami tawarkan untuk dilakukan ...... kami sering heran melihat negeri ini,.... segala sesuatu sering terbalik-balik.... sehingga negeri ini sulit untuk bergerak maju.... bahkan secara sistematis menghancurkan diri sendiri secara jamaah.... membuat kesalahan demi kesalahan secara kolektif tanpa mereka merasa, dan punya rasa tanggung jawab..... tentunya ada yang salah di negeri kita ini.
Memang tantangan sekaligus peluang besar terbentang dihadapan mata, dengan semangat tanpa kenal menyerah, disertai dengan kesabaran dan selalu menanam harapan akan masa depan lebih baik, maka TEKNOLOGI INFORMASI YANG SEOLAH-OLAH itu harus kita rubah menjadi solusi TI yang SUNGUH-SUNGGUH, karena kami mempunyai kisah sukses dalam penerapan TI untuk pelayanan masyarakat, sehingga masayarakat menjadi mudah dan senang , dan keuangan negara bisa diselamatkan......, marilah para insan yang masih dengan gagah berani masuk pada bidang ini walaupun berdarah-berdarah dan tertatih-tatih dalam melangkah menuju harapan yang lebih baik demi negeri tercinta ini, dan masa depan generasi mudanya yang terus lahir dan akan lahir............
Terima kasih banyak atas ilmu yang telah di share dg kami pak... :)
BalasHapussami2 mas, tulisan ini adalah buah keprihatinan tentang kondisi bangsa saat ini, semoga para pengambil keputusan tahu apa yang terjadi dan mau berubah kearah yang lebih baik..., dan generasi muda harapan bangsa tidak memulai dari nol untuk mengadakan perbaikan
BalasHapus